Google akhirnya kalah dalam perjuangan tujuh tahun melawan denda antimonopoli sebesar $2,7 miliar (Rp42 triliun) yang dijatuhkan oleh Uni Eropa.
Google akhirnya kalah dalam perjuangan tujuh tahun melawan denda antimonopoli sebesar $2,7 miliar (Rp42 triliun) yang dijatuhkan oleh Uni Eropa. Pada 10 September 2024, Pengadilan Tinggi Uni Eropa menolak banding Google, menguatkan keputusan Komisi Eropa yang pertama kali dikeluarkan pada tahun 2017.
Dilansir dari Engadget (11/9), kasus ini bermula ketika Komisi Eropa menuduh Google menyalahgunakan dominasinya di pasar mesin pencari dengan mempromosikan layanan perbandingan belanja miliknya sendiri dan menurunkan peringkat layanan pesaing. Tindakan ini dianggap merugikan pesaing dan konsumen, karena menghalangi persaingan yang sehat di pasar.
Google awalnya mengajukan banding terhadap keputusan ini pada tahun 2021, tetapi pengadilan yang lebih rendah menolak banding tersebut, sehingga Google membawa kasus ini ke Pengadilan Tinggi Uni Eropa. Dalam putusannya, pengadilan menyatakan bahwa meskipun memiliki posisi dominan di pasar tidak dilarang, penyalahgunaan posisi tersebut untuk menghalangi persaingan yang adil adalah tindakan yang melanggar hukum.
Seorang juru bicara Google menyatakan kekecewaannya terhadap putusan tersebut dan menekankan bahwa perusahaan telah melakukan perubahan sejak 2017 untuk mematuhi keputusan Komisi Eropa. Mereka juga menambahkan bahwa pendekatan baru ini telah berhasil selama lebih dari tujuh tahun, menghasilkan miliaran klik untuk lebih dari 800 layanan perbandingan belanja.
Denda ini adalah salah satu dari tiga denda besar yang dijatuhkan kepada Google oleh regulator antimonopoli Uni Eropa dalam dekade terakhir, dengan total denda mencapai 8,25 miliar euro (Rp141 triliun). Selain kasus ini, Google juga menghadapi tuntutan hukum lainnya di Uni Eropa yang dapat memaksa perusahaan untuk menjual sebagian dari bisnis adtech-nya.
Keputusan ini diharapkan akan mempengaruhi perilaku raksasa teknologi lainnya dan mendorong regulator di Amerika Serikat untuk mengikuti jejak Uni Eropa dalam mengatur pasar teknologi. Dengan demikian, kasus ini tidak hanya berdampak pada Google, tetapi juga pada lanskap persaingan di industri teknologi secara keseluruhan.