Sebelum gempa, sekitar 14,3 persen dari wanita yang diteliti mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur. Namun, setelah gempa, angka ini meningkat drastis menjadi 44,8 persen.
Sebuah studi terbaru mengungkapkan bahwa peristiwa traumatis, seperti gempa bumi, tidak hanya berdampak pada kondisi fisik dan mental seseorang, tetapi juga dapat mengganggu siklus menstruasi wanita. Penelitian ini mengkaji dampak gempa bumi besar yang melanda Turki pada Februari 2023, yang mempengaruhi kesehatan wanita di wilayah tersebut, dengan banyak di antara mereka melaporkan gangguan pada siklus menstruasi mereka.
Dilansir dari Wion News (29/9), siklus menstruasi wanita biasanya terjadi setiap 27 hari dan merupakan indikator penting kesehatan hormonal dan reproduksi. Namun, ketika siklus tersebut terganggu—seperti terjadi perubahan pola, peningkatan rasa sakit, atau aliran darah yang tidak normal—hal ini bisa menjadi tanda adanya masalah baik fisik maupun psikologis.
Menurut pernyataan Sibel Kiyak, penulis utama studi dari Universitas Necmettin Erbakan, Turki, “Gempa bumi tidak hanya mengganggu keseimbangan fisik, tetapi juga keseimbangan hormonal dan psikologis, yang secara langsung dapat memengaruhi kesehatan reproduksi wanita.”
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Brain and Behavior ini melibatkan 309 wanita berusia antara 18 hingga 49 tahun yang tinggal di 11 wilayah yang dinyatakan sebagai zona bencana pasca-gempa di Kahramanmaraş, Turki. Mereka diminta untuk melaporkan efek fisik dan mental yang mereka rasakan sembilan bulan setelah kejadian tersebut.
Sebelum gempa, sekitar 14,3 persen dari wanita yang diteliti mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur. Namun, setelah gempa, angka ini meningkat drastis menjadi 44,8 persen. Beberapa masalah yang dilaporkan meliputi siklus menstruasi yang jarang (14,6 persen), perdarahan berlebih setiap bulan (12,3 persen), menstruasi yang terlalu sering (10,7 persen), dan perdarahan di antara periode menstruasi (10,7 persen).
Selain itu, sekitar 22,7 persen dari peserta penelitian ditemukan menderita gangguan stres pasca-trauma (PTSD), yang diduga memiliki kaitan dengan gangguan menstruasi mereka. PTSD dapat dipicu oleh peristiwa traumatis tunggal, seperti gempa bumi yang menghancurkan.
Namun, studi ini memiliki keterbatasan karena hanya melibatkan peserta yang melek huruf dan memiliki akses internet. Meski demikian, para penulis penelitian menekankan bahwa trauma akibat gempa telah memengaruhi keseimbangan hormonal, yang pada gilirannya berdampak pada kesehatan reproduksi wanita.
Penelitian ini menjadi peringatan bagi para penyedia layanan kesehatan untuk lebih memperhatikan dampak psikologis dan fisik dari bencana alam terhadap kesehatan wanita, terutama dalam konteks reproduksi.