News Teknologi

DJI tolak penunjukan perusahaan militer Tiongkok

×

DJI tolak penunjukan perusahaan militer Tiongkok

Sebarkan artikel ini



DJI, produsen drone terbesar di dunia, baru-baru ini mengajukan gugatan terhadap Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD).

DJI, produsen drone terbesar di dunia, baru-baru ini mengajukan gugatan terhadap Departemen Pertahanan Amerika Serikat (DoD) karena penempatannya dalam daftar perusahaan militer Tiongkok oleh Pentagon. Dalam gugatan tersebut, DJI menyebutkan bahwa mereka tidak dimiliki atau dikendalikan oleh militer Tiongkok dan hanya menjual drone konsumen dan komersial, bukan militer.

DJI mengklaim bahwa penempatan mereka dalam daftar ini telah menyebabkan kerugian finansial dan reputasi yang signifikan, termasuk hilangnya bisnis dari pelanggan di Amerika Serikat dan internasional.

Dilansir dari Engadget (12/10), perusahaan asal Tiongkok itu mengklaim telah berusaha berkomunikasi dengan DoD selama lebih dari 16 bulan dan mengajukan petisi untuk menghapus penempatannya dari daftar tersebut pada 27 Juli 2023, namun DoD tidak memberikan tanggapan yang memadai.

DJI mengajukan gugatan ini dengan harapan agar pengadilan membatalkan tindakan DoD dan menghapus mereka dari daftar perusahaan militer Tiongkok, mengklaim bahwa tindakan DoD melanggar hukum dan hak prosedural mereka. Gugatan ini merupakan langkah penting dalam upaya DJI untuk melindungi bisnis dan reputasinya dari dampak negatif dari penempatan tersebut.

DJI telah lama menjadi incaran berbagai lembaga pemerintah AS. Departemen Perdagangan memasukkannya ke dalam daftar entitasnya pada tahun 2020, yang mencegah perusahaan-perusahaan AS memasok suku cadang tanpa lisensi. Setahun kemudian, DJI dimasukkan ke dalam daftar “perusahaan kompleks industri militer Tiongkok” milik Departemen Keuangan karena dugaan keterlibatannya dalam pengawasan terhadap warga Muslim Uighur di Tiongkok.

Beberapa hari yang lalu, DJI mengonfirmasi bahwa drone konsumen terbarunya ditahan di perbatasan oleh bea cukai AS, yang mengutip Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur. Pembuat drone itu membantah memiliki fasilitas manufaktur di Xinjiang, wilayah yang terkait dengan kerja paksa warga Uighur.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *