Untuk dapat bersaing dengan Intel dan AMD, Qualcomm masih harus melewati banyak hal karena semenjak penjualan pertama, pengiriman laptop berbasis prosesor ARM masih rendah.
Qualcomm mungkin saat ini merupakan salah satu produsen chipset smartphone berbasis ARM terbesar di dunia. Performa dari chipset ini, baik dari sisi CPU, GPU, dan NPU dibarengi dengan penggunaan daya yang rendah membuat banyak smartphone, terlebih smartphone flagship menggunakan chipset dari perusahaan tersebut.
Namun, selama satu tahun terakhir ini, mereka mulai mengganggu pasar laptop. Soalnya, mereka mulai serius menggarap chipset yang berjalan di laptop dengan sistem operasi Windows, dengan menawarkan penggunaan daya yang sangat baik dibanding chipset X86.
Meski sudah serius menggarap laptop dengan chipset berbasis ARM, namun mereka masih jauh untuk mendominasi pasar laptop. Soalnya, laptop berbasis Snapdragon X dari semenjak peluncurannya, hanya ada sedikit di bawah 720 ribu unit yang terjual.
Dilansir dari laman Techradar (23/12), angka ini mewakili kurang dari 0,8% dari total PC yang dikirimkan secara global selama Q3. Ini berarti, hanya 1 dari 125 perangkat yang terjual menggunakan chipset milik mereka.
Meskipun terjadi pertumbuhan berurutan yang signifikan sebesar 180% pada Q3 2024 dibandingkan dengan Q2, Snapdragon Seri X masih memiliki total pangsa pasar kurang dari 1,5 persen dari semua ekosistem tersebut.
“Karena ini adalah kuartal pertama pengiriman penuh untuk PC Snapdragon Seri X, kami melihat pertumbuhan berurutan sekitar 180% dibandingkan dengan Q2 2024. Namun, sebagai proporsi dari total pasar Windows, produk tersebut tetap sangat khusus, dengan pangsa kurang dari 1,5%,” ujar perwakilan Canalys.
“Vendor pengiriman teratas adalah Microsoft, yang telah mengubah sebagian besar lini Surface mereka ke platform ARM. Di belakang mereka adalah Dell yang telah merangkul platform baru dengan cukup kuat dalam hal jumlah SKU, diikuti oleh HP, Lenovo, Acer, dan Asus, dimana keempatnya memiliki volume yang sama.”
Sementara laptop Snapdragon X kesulitan mendapatkan perhatian, kategori PC yang lebih luas yang mendukung AI justru berkembang pesat. Pada Q3 2024, pengiriman perangkat ini mencapai 13,3 juta unit, yang mencakup 20% dari semua pengiriman PC.
Kategori ini mencakup desktop dan notebook yang dilengkapi chipset khusus untuk beban kerja AI, seperti XDNA dari AMD, AI Boost dari Intel, dan Hexagon dari Qualcomm.
Perangkat Windows memimpin pasar PC berkemampuan AI untuk pertama kalinya, menguasai 53% segmen tersebut. Lonjakan permintaan didukung oleh siklus pembaruan Windows 11 dan kemajuan prosesor.
Hal ini membuat pertumbuhan berurutan untuk PC berkemampuan AI mencapai 49%, menggarisbawahi meningkatnya minat pasar terhadap kemampuan komputasi berbasis AI.
Meskipun demikian, PC yang mendukung AI menghadapi kendala yang signifikan. Data Canalys menunjukkan bahwa konsumen dan mitra saluran tetap berhati-hati dalam mengadopsi penawaran premium ini.
Contohnya, untuk menggunakan Copilot+ dari Microsoft membutuhkan setidaknya 40 NPU TOPS dan spesifikasi performa tinggi lainnya. Dengan belum ramainya prosesor desktop yang menawarkan hal tersebut, membuat pengguna belum berpindah ke platform PC yang mendukung AI.
Sebuah jajak pendapat pada November 2024 terhadap mitra penjualan mengungkapkan bahwa 31% tidak berencana untuk menjual PC Copilot+ pada tahun 2025, sementara 34% memperkirakan perangkat ini akan menyumbang kurang dari 10% dari penjualan mereka.
Dengan semakin dekatnya batas waktu berakhirnya dukungan Windows 10, vendor PC berada di bawah tekanan untuk mendorong pengguna perangkat keras lawas untuk melakukan upgrade ke platform yang lebih modern.
Agar menonjol di pasar PC yang kompetitif dengan dukungan AI, para vendor tengah menjajaki strategi yang unik. HP telah menekankan kolaborasi dengan vendor perangkat lunak independen (ISV) untuk meningkatkan pengalaman AI pada perangkat mereka. Lenovo telah berinvestasi pada perangkat AI milik sendiri yang tertanam dalam PC-nya, seperti Creator Zone dan Lenovo AI Now.
Dell dan Lenovo memanfaatkan AI pada perangkat untuk melengkapi ekosistem layanan AI mereka yang lebih luas. Sementara itu, Apple telah mengambil pendekatan yang berbeda, dengan berfokus pada ekosistemnya yang terintegrasi secara vertikal.