CEO Crowdstrike, George Kurtz, melalui sebuah posting di X, menegaskan bahwa ini bukan insiden keamanan atau serangan siber.
Sebuah gangguan teknologi global pada Jumat pagi menyebabkan kekacauan di berbagai sektor, termasuk penerbangan, perbankan, dan media. Pemerintah Australia melaporkan bahwa gangguan tersebut terkait dengan masalah pada perangkat lunak keamanan siber yang dikembangkan oleh perusahaan Amerika Serikat, Crowdstrike.
Dilansir dari USA Today (29/7), perusahaan keamanan siber Crowdstrike, yang melayani lebih dari setengah perusahaan Fortune 500, menyatakan dalam peringatan kepada kliennya bahwa perangkat lunak “Falcon Sensor” mereka menyebabkan Microsoft Windows mengalami crash dan menampilkan layar biru, atau yang dikenal sebagai “Blue Screen of Death.”
Peringatan ini, yang dikirim pada pukul 01:30 ET pada hari Jumat, juga menyertakan panduan manual untuk mengatasi masalah tersebut. Hingga kini, pihak Crowdstrike belum memberikan komentar resmi mengenai insiden ini.
CEO Crowdstrike, George Kurtz, melalui sebuah posting di X, menyatakan bahwa perusahaan sedang bekerja sama dengan pelanggan yang terdampak dan menegaskan bahwa ini bukan insiden keamanan atau serangan siber. Kurtz juga menambahkan bahwa masalah telah diidentifikasi dan perbaikan telah diterapkan. Perusahaan akan terus memberikan pembaruan lengkap di situs web mereka.
Crowdstrike, yang didirikan pada tahun 2012, mengklaim memiliki platform cloud-native paling canggih di dunia yang melindungi dan mendukung proses serta teknologi yang mendorong perusahaan modern.
Gangguan ini menyebabkan kekacauan besar di sektor penerbangan. Ribuan penerbangan di seluruh dunia dibatalkan dan mengalami keterlambatan. Beberapa maskapai AS seperti American Airlines, United Airlines, dan Delta Air Lines terpaksa menghentikan semua penerbangan mereka pada Jumat pagi akibat masalah komunikasi, menurut Administrasi Penerbangan Federal (FAA).
Data dari situs pelacakan penerbangan FlightAware menunjukkan lebih dari 2.000 penerbangan dibatalkan dan lebih dari 6.100 penerbangan mengalami keterlambatan hingga pukul 13.00 ET. Meskipun sebagian besar maskapai berhasil melanjutkan operasinya, banyak yang memperkirakan gangguan akan terus berlanjut sepanjang hari.
Bandara dan maskapai di seluruh dunia menyarankan penumpang untuk datang lebih awal dari biasanya. Para analis mengaitkan gangguan ini dengan masalah pada perangkat lunak Microsoft yang digunakan secara global.
Gangguan teknologi ini juga berdampak luas di sektor lain di berbagai negara. Di Inggris, penyiar Sky News mengalami gangguan siaran, perusahaan kereta melaporkan keterlambatan panjang, dan papan keberangkatan di beberapa bandara membeku.
Bursa Saham London melaporkan gangguan operasional, sementara beberapa rumah sakit mengalami kesulitan dalam memproses janji temu. Beberapa toko ritel juga tidak bisa menerima pembayaran. Klub sepak bola Manchester United bahkan menunda rilis tiket yang dijadwalkan.
Di Australia, perusahaan media, perbankan, dan telekomunikasi juga terkena dampak gangguan ini. Kantor Koordinator Keamanan Siber Nasional Australia, Michelle McGuinness, dalam sebuah pernyataan menyebutkan bahwa tidak ada indikasi bahwa gangguan ini merupakan insiden keamanan siber.
Otoritas Transportasi Metropolitan New York melaporkan beberapa sistemnya offline akibat gangguan teknis global, meskipun layanan kereta dan bus MTA tidak terpengaruh.
Gangguan teknologi global ini menunjukkan betapa rentannya infrastruktur teknologi terhadap masalah perangkat lunak, yang dapat menyebabkan dampak luas di berbagai sektor.